Hati itu ada kalanya hidup, ada kalanya mati. Ada kalanya sakit, ada kalanya sehat. Semua kondisi itu ketika dikaitkan dengan hati, lebih penting daripada ketika berkaitan dengan tubuh.
Allah ta'ala berfirman,
أَوَ مَن كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَن مَّثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِّنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُواْ يَعْمَلُون
— الأنعام:١٢٢
"Dan apakah orang yang sudah mati (hatinya) kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan."(Q.S.Al-An'am:122)
..maksudnya adalah,"Mati karena kekufuran, lalu kami hidupkan dengan keimanan.".
Hati yang hidup dan sehat itu, jika dihadapkan dengan kebatilan dan kejelekan, akan dengan sendirinya lari dari hal-hal itu, juga membencinya dan tidak meliriknya sedikitpun. Berbeda halnya dengan hati yang telah mati. Hati itu tidak dapat membedakan baik dan buruk. Seperti yang dikatakan oleh 'Abdullah bin Mas'ud,
"Celakalah orang yang dengan hatinya, tidak dapat mengenali mana yang ma'ruf dan mana yang munkar."
— 'Abdullah bin Mas'ud
Hati yang terjangkit penyakit syahwat pun seperti itu. Karena kondisinya yang lemah, dia mudah mengikuti keburukan yang ada dihadapannya, tergantung kuat lemahnya penyakit itu.
Ada dua macam penyakit hati, yaitu penyakit syahwat dan syubhat. Yang paling buruk dari keduanya adalah penyakit syubhat, dan syubhat yang paling buruk adalah yang berkaitan dengan masalah qadar (takdir).
Ada kalanya hati itu sakit dan terus bertambah parah penyakitnya tanpa disadari oleh pemiliknya. Penyebabnya adalah ketidaktahuan dia tentang hati yang sehat dan sebab-sebab sehatnya hati itu. Bahkan terkadang, hati itu mati, namun pemiliknya tidak sadar bahwa hatinya telah mati. Jika itu yang terjadi, hatinya tidak akan merasa sakit jika dimasuki oleh hal yang buruk. Dia juga tidak akan khawatir oleh kebodohannya akan kebenaran, dan oleh keyakinannya yang salah. Karena hati itu jika ada kehidupan di dalamnya, pasti akan merasa sakit ketika dimasuki keburukan, merasa sakit oleh ketidaktahuannya akan kebenaran, seperti dalam sebuah syair,
"..tidaklah sebuah luka itu mampu menyakiti jasad yang telah mati"
Ada kalanya pula seseorang sadar akan penyakit hatinya. Namun, dirinya tidak mampu menahan dan bersabar dari pahitnya obat hati. Akhirnya, ia lebih memilih tetap dalam kesakitan daripada perihnya obat. Sebab obat hati itu ada dalam melawan hawa nafsu. Itulah hal yang paling berat bagi jiwa seseorang, padahal tidak ada hal yang lebih manfaat baginya selain itu.
Terkadang seseorang mampu menguasai dirinya untuk bersabar. Namun, kemudian tekadnya itu memudar dan tidak dapat meneruskannya karena ilmu, pemahaman, dan kesabaran yang lemah. Seperti orang yang akan melewati sebuah jalan yang menakutkan, yang di ujungnya adalah keamanan. Dia tahu bahwa jika dia mampu bersabar dalam melewati jalan itu, akan hilang ketakutannya dan digantikan oleh rasa aman. Yang dia butuhkan adalah kesabaran dan keyakinan yang kuat untuk mencapai tujuannya itu. Maka saat kesabaran dan keyakinan itu melemah, dia tidak akan mampu menahan derita jalan itu, dan akhirnya kembali ke awal. Apalagi jika tidak ada yang mendampingi ia dalam menghadapi hal itu, lalu merasa minder dengan kesendiriannya, hingga akhirnya, ia berkata, "Ke mana orang-orang menuju, maka ke situlah aku mengikuti mereka.". Itulah kondisi manusia kebanyakan, dan itulah yang membinasakan mereka. Namun, orang yang bijak dan tulus tidak akan merasa minder karena sedikit atau tiadanya teman, saat dia merasakan pertemanan yang paling utama, yaitu..
مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَـئِكَ رَفِيقًا
—النساء:٦٩
"..bersama orang-orang yang telah Allah turunkan nikmat atas mereka, dari golongan para nabi, shiddiqin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shalih. Dan mereka itulah sebaik-baiknya teman"(Q.S.An-Nisaa':69)
Sungguh bagus sekali apa yang dikatakan oleh Abu Muhammad 'Abdurrahman bin Ismail —yang terkenal dengan nama Abu Syamah— dalam buku "Al-Hawadits wal Bida'" (Perkara-perkara Baru dan Bid'ah),
"Setiap ada perintah wajibnya tetap bersama jama'ah, maka yang dimaksud adalah tetap diatas kebenaran dan mengikutinya, walau yang berpegang dengannya sedikit dan yang menyelesihinya banyak. Sebab, kebenaran itu ialah yang ada pada jama'ah pertama, yang ada pada masa Nabi SAW dan para sahabatnya, dan kita tidak peduli dengan banyaknya ahlul bathil setelah mereka"
—Abu Syamah 'Abdurrahman bin Ismail
Lalu, diriwayatkan pula dari Al-Hasan Al-Bashriy —rahimahullah— bahwa ia berkata,
"Sunnah itu —demi yang tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia— ada di antara orang yang berlebih-lebihan dan orang yang meremehkan. Maka bersabarlah kalian untuk tetap di atasnya —semoga Allah merahmati kalian—. Sesungguhnya ahlus sunnah itu adalah kelompok yang paling sedikit jumlahnya di waktu lampau, juga paling sedikit jumlahnya nantinya. Mereka adalah yang tidak mengikuti orang-orang lalai dalam kelalaian mereka, juga ahlul bid'ah dalam bid'ah-bid'ah mereka. Mereka bersabar di atas sunnah sampai merekea bertemu Rabb mereka. Maka jadilah kalian seperti itu"
— Al-Hasan Al-Barshriy
Tanda sakitnya hati itu ialah kesukaannya terhadap "makanan" yang buruk dibanding "makanan" yang menyehatkan, terhadap "obat" yang buruk dibanding "obat" yang bermanfaat.
Jadi, ada 4 hal yang kita bicarakan saat ini, yaitu "makanan" yang bermanfaat, "obat" yang menyembuhkan, "makanan" yang buruk, dan "obat" yang mematikan. Hati yang sehat pasti mengutamakan yang bermanfaat lagi menyembuhkan, dibanding sesuatu yang berbahaya dan menyebabkan sakit. Adapun hati yang sakit kebalikannya.
"Makanan" yang paling bermanfaat itu adalah "makanan" iman. Sedang obat yang paling manfaat itu adalah "obat" Al-Qur'an. Dalam kedua hal itu, ada "makanan" dan "obat". Siapa yang mencari kesembuhan di selain Al-Kitab dan As-Sunnah, maka dia adalah sebodoh-bodohnya orang bodoh, sesesat-sesatnya orang yang sesat. Allah berfirman,
قلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء وَالَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ
— فصلت:٤٤
"..Katakanlah: "Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mu'min. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh."(Q.S.Fushshilat:44)
Allah juga berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا
— الأسراء:٨٢
"Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian."(Q.S.Al-Israa':82)
Kata "dari" itu di dalam Al-Qur'an, menjelaskan keseluruhan bukan sebagian.
Allah juga berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاء لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِين — يونس:٥٧
"Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb kalian dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman."(Q.S.Yunus:57)
Al-Qur'an adalah obat yang sempurna, mengandung obat jasmani dan ruhani, obat dunia dan akhirat. Namun, tidak setiap orang mampu berobat dengannya. Jika seseorang yang sakit berobat dengan Al-Qura'an dengan baik, dan meletakkannya di atas penyakitnya dengan kejujuran, iman, kepasrahan yang sempurna, keyakinan yang kuat, serta menunaikan syarat-syaratnya, tidak akan mungkin penyakit hati itu bisa melawan.
Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu bisa melawan firman Rabb bumi dan langit? Yang seandainya diturunkan kepada gunung, pasti terguncang, atau jika diturunkan pada bumi, pasti terbelah?! Maka tak ada satu penyakit pun, baik penyakit hati atau jasmani, kecuali telah ditunjukkan dalam Al-Qur'an obatnya, sebabnya, dan cara pencegahannya, bagi mereka yang dikarunia oleh Allah pemahaman terhadap kitab-Nya.